Wednesday, March 28, 2012

Maya di Dunia Maya


“Sore ini, tempat biasa pukul 16:00, meja nomor 7.”
Segera ku kirim pesan ku kepada Maya. Aku mengenal Maya sudah hampir 6 bulan, tapi tidak pernah sekalipun kami bertemu. Aku dan Maya berdomisili di daerah yang sama, kantornya tidak terlalu jauh dari tempat aku bekerja, dan sering makan di restoran yang sama. Tapi anehnya tidak pernah sekalipun aku bertatapan langsung dengan wajahnya. Maklum, aku mengenalnya dari internet alias dunia maya. Kami ngobrol setiap malam lewat YM ataupun Facebook. Dan hari ini, aku mengajaknya ketemu. Hahhh ,, akhirnya setelah 6 bulan penantianku.
“Benarkah kamu bisa menemuiku?”
Sepertinya aku memang sudah tidak sabar, sampai-sampai aku bertanya lagi padanya. Tapi sudah 1 jam dia tidak membalas pesan ku. Kemana perempuan itu, masak tidak ada waktu untuk membalas pesanku.
“Iya,”
 Isi pesan Maya dengan singkat. Singkat, padat tapi pasti. Sudah pukul 15:00, segera aku mandi layaknya cetak photo setengah badan, lima menit jadi. Aku tidak mau kalau aku sampai terlambat. Pukul 15:30 aku sudah sampai di restoran tempat biasa dia makan. Aku memesan secangkir kopi seledri, minuman favorit Maya. Sudah pukul 16:00 tapi dia belum muncul. Apa dia masih dikantor?
Mungkinkah? Biasanya Maya pulang kerja pukul 15:30 dan hanya perlu 15 menit untuk sampai di restoran ini.
“Dimana?”
“Dijalan.” Balasnya.
            “Jadi datang?”
            “Iya”
            Kopi seledri di depan ku tinggal separo, hampir dingin. Sudah hampir 1 jam aku menunggu tapi Maya tidak juga muncul. Mungkin ada pekerjaan tambahan yang harus diselesaikan sekarang, pikirku.
Dimana dia? Sudah 2 jam aku menunggu, tidak ada kabar. Kopi seledriku hampir habis.
“Dimana?”
Lama aku menunggu balasan darinya, dan akhirnya dia membalas pesanku.
“Maaf aku tidak bisa ketemu, itu selingkuh.”

Kembalikan Mak ku!!


Mak terbujur kaku di pembaringan. Matanya tertutup rapat, terlihat sangat lelah. Tangan dan kakinya seperti tulang yang dibalut kulit. Kulihat bibir Mak yang kini biru, bibir hangat yang selalu mengecup kening ku sebelum berangkat ke sekolah , 20 tahun yang lalu. Kenapa semua orang diruangan ini menangis ? Mak hanya tertidur karena sangat lelah seharian menjual gorengan. Atau mungkin Mak lelah menunggu ku?
“Mak, bangun , Arum pulang Mak ,” bisikku di telinga Mak.
Ku goncangkan tubuh renta itu, tidak juga bereaksi. Aku cubit gemas pipi keriputnya, tidak juga bergeming ku peluk Mak dengan erat, tetapi Mak tidak juga bangun. Aku kesal dibuatnya, sudah 10 jam aku menunggu Mak bangun.
Mungkin Mak marah, sudah 5 tahun aku tidak pulang kerumah. Setelah lulus kuliah, aku bekerja di sebuah perusahaan asing di Jakarta. Karena rutinitas yang banyak aku tidak sempat pulang ke Malang untuk sekedar melihat keadaan Mak. Aku terlalu sibuk dengan pekerjaanku, sibuk dengan calon suamiku dan sibuk dengan pencalonan sebagai anggota DPR. Ya, aku ingin sekali menjadi anggota DPR. Mobil dan rumah mewah, terkenal, dikagumi, aku mau semua itu. Sampai-sampai aku lupa pada Mak yang telah melahirkanku.
“Bangun, Mak !”
Seseorang berbisik ditelingaku, Mak sudah tiada. Bukan, itu bukan bisikan tapi lebih menyerupai petir yang menyambar telinga kanan ku. Dan tiba-tiba gelap, aku tidak bisa melihat Mak. Kemana perginya orang-orang tadi? Seberkas cahaya kecil, seperti senthir membuyarkan lamunanku. Mak datang dengan kebaya putih lengkap dengan sanggulnya yang khas. Tak lupa kalung kesayangannya, hadiah dari almarhum Bapak, 30 tahun yang lalu.
“Mak, Mak kemana saja?”
“Mak tidak kemana-mana Arum, Mak ingin pergi tapi Mak mau menunggu kamu, Nduk.”
“Mak mau kemana?”
“Mak mau diambil Gusti, Nduk.”
“Gusti itu siapa Mak? Kenapa Mak mau diambil? Siapa yang memberi ijin Gusti untuk mengambil Mak?”
“Jangan begitu Nduk, nanti Gusti  marah.”
“Mak, bilang sama Gusti, Mak harus kembali. Arum sudah menunggu Mak hampir 10 jam, kenapa Mak tidak juga bangun? Arum lelah menunggu, Mak.”
“Kamu lelah, Nduk? Tidak tahu kah kamu, sudah 5 tahun Mak menunggumu. Selama itu kamu kemana, Nduk? Pernahkah Mak lelah selama itu?”
“Maukah Mak memaafkan Arum?”
“Ikutlah dengan Mak, ikutlah kembali pada Gusti !”
“Tidak, Mak! Aku masih mau menikah, aku masih mau jadi angota DPR!”
Tiba-tiba terdengar suara gamelan, Mak menari-nari seperti ledhek yang sering dipentaskan untuk mengantar arwah. Mak menarik tanganku , aku mencoba melepaskan tangan Mak sekuat tenaga. Jangan, aku masih ingin meraih mimpiku, Mak. Aku hanya ingin Gusti mengembalikan Mak padaku. Maafkan aku Mak. Ruangan tiba-tiba gelap, aku berteriak-teriak seperti orang kesurupan.
Ternyata aku pingsan diatas makam, Mak.

Rakyat Kecil Berhati Besar

Hari kamis kali ini benar-benar mantap panasnya..Batam memang selalu panas, walaupun kadang tiba-tiba hujan deras. Cuaca memang tidak bisa ditebak, apalagi Batam kan pulau kecil yang dikelilingi lautan. Tapi keadaan gimana pun harus tetap disyukuri. Betullll tidak??? Ceritanya lagi bengong dikantor, ga ada kerja dan kebetulan boss keluar kota. Mantapp...
Iseng-iseng lihat pemandangan keluar kantor, hitung-hitung menyegarkan mata setelah berjam-jam di depan komputer.
Pemandangan yang satu ini sangat menarik perhatianku, sangat..
Seorang bapak-bapak penjual kerupuk keliling sedang berteduh di bawah pohon di tepi jalan depan kantor tempat aku bekerja. Bapak itu berhenti sejenak untuk merokok, sepertinya.
Tidak lama dari arah berlawanan, datang abang-abang dengan profesi yang sama dengan bapak tadi, penjual kerupuk keliling.

Kedua nya sama-sama berteduh dibawah pohon dan merokok.
Yang membuatku tersentuh, mereka saling membeli dagangan satu sama lain. Bapak itu membeli kerupuk dari abang yang tadi. Begitu juga sebaliknya. Dan Ternyata mereka saling membeli untuk membuat dagangan laku.. Astaghfirullah

Yang membuatku lebih mengelus dada, itulah makan siang mereka. Sebatang rokok dan sebungkus kerupuk.
Setelah beristirahat sejenak mereka melanjutkan perjalanan masing-masing.

Kebetulan sekali 10 menit kemudian salah satu pedagang itu lewat di depan kantor.
Segera aku lari dan memanggil bapak tadi.

"Paak!!!" , teriak ku.
"Kerupuk, Neng," jawabnya.

Karena penasaran, dialog pun berlangsung. Maklum, serba ingin tahu. Haha

"Pak, tadi kok beli dagangan abang tadi? Kan sama aja yang dijual?" tanya ku.
"Soal nya, kami mau dagangan kami sama-sama laku. Lagian dengan membuka rezeki orang lain, Allah akan membukakan rezeki kita juga,Neng ," jawabnya.

Subhanallah , begitu mulia hati bapak ini. Seandainya aku bisa berpikiran seperti dia.

"Kok ga bikin lapak atau kedai sendiri, Pak, untuk jualan kerupuk?" tanya ku masih ingin tahu.
"Uang dari mana,Neng. Istri saya sakit, anak saya 2 masih kecil. Boro-boro Neng mau bikin lapak, mau makan saja susah, apalagi untuk berobat istri," jawabnya dengan nada sedih.
"Oh, Terimakasih ya,Pak. Berapa semuanya Pak?" tanyaku.
"Lima ribu saja, Neng," jawabnya.
"Ini, Pak, kembalinya untuk bapak saja," jawabku.
"Terimakasih,Neng," jawabnya sambil lalu.

Subhanallah , bapak itu benar-benar berhati mulia. Meskipun rezekinya belum terbuka, dia tetap bersyukur.

Coba sejenak lihat keatas. Pejabat, Menteri, Koruptor, ehh calon-calon koruptor juga yaa.. ;)
Apa mereka pernah bersyukur dengan apa yang mereka miliki? Bukannya suudzon, tapi memang TIDAK!! Buktinya mereka masih makan uang rakyat, masih saja menipu orang kecil. Pernahkah mereka dengan tulus membantu rakyat kecil? Seperti akting saja mereka itu, jadi artis sajalah Pak! :(

Sangat bersyukur hari ini bisa bertemu pedagang kerupuk tadi, aku belajar bagaimana hidup. Bagaimana mencintai apa yang kita miliki, mensyukuri apa yang Allah berikan, dan berbagi dengan sesama. Semoga mereka selalu dibukakan rezekinya, di ridhoi jalannya, dan dilimpahkan atas apa yang selalu disyukuri nya. Amin

Saturday, March 24, 2012

Beli Rezeki Ku


Friday, March 23, 2012

Bapak pedagang kerupuk

Hari kamis kali ini benar-benar mantap panasnya..Batam memang selalu panas, walaupun kadang tiba-tiba hujan deras. Cuaca memang tidak bisa ditebak, apalagi Batam kan pulau kecil yang dikelilingi lautan. Tapi keadaan gimana pun harus tetap disyukuri. Betullll tidak??? Ceritanya lagi bengong dikantor, ga ada kerja dan kebetulan boss keluar kota. Mantapp...
Iseng-iseng lihat pemandangan keluar kantor, hitung-hitung menyegarkan mata setelah berjam-jam di depan komputer.
Pemandangan yang satu ini sangat menarik perhatianku, sangat..
Seorang bapak-bapak penjual kerupuk keliling sedang berteduh di bawah pohon di tepi jalan depan kantor tempat aku bekerja. Bapak itu berhenti sejenak untuk merokok, sepertinya.
Tidak lama dari arah berlawanan, datang abang-abang dengan profesi yang sama dengan bapak tadi, penjual kerupuk keliling.
Kedua nya sama-sama berteduh dibawah pohon dan merokok.
Yang membuatku tersentuh, mereka saling membeli dagangan satu sama lain. Bapak itu membeli kerupuk dari abang yang tadi. Begitu juga sebaliknya. Dan Ternyata mereka saling membeli untuk membuat dagangan laku.. Astaghfirullah (sayangnya fotonya ga bisa diupload, nanti deh lain kali aku upload)
Yang membuatku lebih mengelus dada, itulah makan siang mereka. Sebatang rokok dan sebungkus kerupuk.
Setelah beristirahat sejenak mereka melanjutkan perjalanan masing-masing.

Kebetulan sekali 10 menit kemudian salah satu pedagang itu lewat di depan kantor.
Segera aku lari dan memanggil bapak tadi.

"Paak!!!" , teriak ku.
"Kerupuk, Neng," jawabnya.

Karena penasaran, dialog pun berlangsung. Maklum, serba ingin tahu. Haha

"Pak, tadi kok beli dagangan abang tadi? Kan sama aja yang dijual?" tanya ku.
"Soal nya, kami mau dagangan kami sama-sama laku. Lagian dengan membuka rezeki orang lain, Allah akan membukakan rezeki kita juga,Neng ," jawabnya.

Subhanallah , begitu mulia hati bapak ini. Seandainya aku bisa berpikiran seperti dia.

"Kok ga bikin lapak atau kedai sendiri, Pak, untuk jualan kerupuk?" tanya ku masih ingin tahu.
"Uang dari mana,Neng. Istri saya sakit, anak saya 2 masih kecil. Boro-boro Neng mau bikin lapak, mau makan saja susah, apalagi untuk berobat istri," jawabnya dengan nada sedih.
"Oh, Terimakasih ya,Pak. Berapa semuanya Pak?" tanyaku.
"Lima ribu saja, Neng," jawabnya.
"Ini, Pak, kembalinya untuk bapak saja," jawabku.
"Terimakasih,Neng," jawabnya sambil lalu.

Subhanallah , bapak itu benar-benar berhati mulia. Meskipun rezekinya belum terbuka, dia tetap bersyukur.

Coba sejenak lihat keatas. Pejabat, Menteri, Koruptor, ehh calon-calon koruptor juga yaa.. ;)
Apa mereka pernah bersyukur dengan apa yang mereka miliki? Bukannya suudzon, tapi memang TIDAK!! Buktinya mereka masih makan uang rakyat, masih saja menipu orang kecil. Pernahkah mereka dengan tulus membantu rakyat kecil? Seperti akting saja mereka itu, jadi artis sajalah Pak! :(

Sangat bersyukur hari ini bisa bertemu pedagang kerupuk tadi, aku belajar bagaimana hidup. Bagaimana mencintai apa yang kita miliki, mensyukuri apa yang Allah berikan, dan berbagi dengan sesama. Semoga mereka selalu dibukakan rezekinya, di ridhoi jalannya, dan dilimpahkan atas apa yang selalu disyukuri nya. Amin

Thursday, March 22, 2012

Kembalikan Mak Ku!!


Mak terbujur kaku di pembaringan. Matanya tertutup rapat, terlihat sangat lelah. Tangan dan kakinya seperti tulang yang dibalut kulit. Kulihat bibir Mak yang kini biru, bibir hangat yang selalu mengecup kening ku sebelum berangkat ke sekolah , 20 tahun yang lalu. Kenapa semua orang diruangan ini menangis ? Mak hanya tertidur karena sangat lelah seharian menjual gorengan. Atau mungkin Mak lelah menunggu ku?
“Mak, bangun , Arum pulang Mak ,” bisikku di telinga Mak.
Ku goncangkan tubuh renta itu, tidak juga bereaksi. Aku cubit gemas pipi keriputnya, tidak juga bergeming ku peluk Mak dengan erat, tetapi Mak tidak juga bangun. Aku kesal dibuatnya, sudah 10 jam aku menunggu Mak bangun.
Mungkin Mak marah, sudah 5 tahun aku tidak pulang kerumah. Setelah lulus kuliah, aku bekerja di sebuah perusahaan asing di Jakarta. Karena rutinitas yang banyak aku tidak sempat pulang ke Malang untuk sekedar melihat keadaan Mak. Aku terlalu sibuk dengan pekerjaanku, sibuk dengan calon suamiku dan sibuk dengan pencalonan sebagai anggota DPR. Ya, aku ingin sekali menjadi anggota DPR. Mobil dan rumah mewah, terkenal, dikagumi, aku mau semua itu. Sampai-sampai aku lupa pada Mak yang telah melahirkanku.
“Bangun, Mak !”
Seseorang berbisik ditelingaku, Mak sudah tiada. Bukan, itu bukan bisikan tapi lebih menyerupai petir yang menyambar telinga kanan ku. Dan tiba-tiba gelap, aku tidak bisa melihat Mak. Kemana perginya orang-orang tadi? Seberkas cahaya kecil, seperti senthir membuyarkan lamunanku. Mak datang dengan kebaya putih lengkap dengan sanggulnya yang khas. Tak lupa kalung kesayangannya, hadiah dari almarhum Bapak, 30 tahun yang lalu.
“Mak, Mak kemana saja?”
“Mak tidak kemana-mana Arum, Mak ingin pergi tapi Mak mau menunggu kamu, Nduk.”
“Mak mau kemana?”
“Mak mau diambil Gusti, Nduk.”
“Gusti itu siapa Mak? Kenapa Mak mau diambil? Siapa yang memberi ijin Gusti untuk mengambil Mak?”
“Jangan begitu Nduk, nanti Gusti  marah.”
“Mak, bilang sama Gusti, Mak harus kembali. Arum sudah menunggu Mak hampir 10 jam, kenapa Mak tidak juga bangun? Arum lelah menunggu, Mak.”
“Kamu lelah, Nduk? Tidak tahu kah kamu, sudah 5 tahun Mak menunggumu. Selama itu kamu kemana, Nduk? Pernahkah Mak lelah selama itu?”
“Maukah Mak memaafkan Arum?”
“Ikutlah dengan Mak, ikutlah kembali pada Gusti !”
“Tidak, Mak! Aku masih mau menikah, aku masih mau jadi angota DPR!”
Tiba-tiba terdengar suara gamelan, Mak menari-nari seperti ledhek yang sering dipentaskan untuk mengantar arwah. Mak menarik tanganku , aku mencoba melepaskan tangan Mak sekuat tenaga. Jangan, aku masih ingin meraih mimpiku, Mak. Aku hanya ingin Gusti mengembalikan Mak padaku. Maafkan aku Mak. Ruangan tiba-tiba gelap, aku berteriak-teriak seperti orang kesurupan.
Ternyata aku pingsan diatas makam, Mak.

Maya di Dunia Maya


“Sore ini, tempat biasa pukul 16:00, meja nomor 7.”
Segera ku kirim pesan ku kepada Maya. Aku mengenal Maya sudah hampir 6 bulan, tapi tidak pernah sekalipun kami bertemu. Aku dan Maya berdomisili di daerah yang sama, kantornya tidak terlalu jauh dari tempat aku bekerja, dan sering makan di restoran yang sama. Tapi anehnya tidak pernah sekalipun aku bertatapan langsung dengan wajahnya. Maklum, aku mengenalnya dari internet alias dunia maya. Kami ngobrol setiap malam lewat YM ataupun Facebook. Dan hari ini, aku mengajaknya ketemu. Hahhh ,, akhirnya setelah 6 bulan penantianku.
“Benarkah kamu bisa menemuiku?”
Sepertinya aku memang sudah tidak sabar, sampai-sampai aku bertanya lagi padanya. Tapi sudah 1 jam dia tidak membalas pesan ku. Kemana perempuan itu, masak tidak ada waktu untuk membalas pesanku.
“Iya,”
 Isi pesan Maya dengan singkat. Singkat, padat tapi pasti. Sudah pukul 15:00, segera aku mandi layaknya cetak photo setengah badan, lima menit jadi. Aku tidak mau kalau aku sampai terlambat. Pukul 15:30 aku sudah sampai di restoran tempat biasa dia makan. Aku memesan secangkir kopi seledri, minuman favorit Maya. Sudah pukul 16:00 tapi dia belum muncul. Apa dia masih dikantor?
Mungkinkah? Biasanya Maya pulang kerja pukul 15:30 dan hanya perlu 15 menit untuk sampai di restoran ini.
“Dimana?”
“Dijalan.” Balasnya.
            “Jadi datang?”
            “Iya”
            Kopi seledri di depan ku tinggal separo, hampir dingin. Sudah hampir 1 jam aku menunggu tapi Maya tidak juga muncul. Mungkin ada pekerjaan tambahan yang harus diselesaikan sekarang, pikirku.
Dimana dia? Sudah 2 jam aku menunggu, tidak ada kabar. Kopi seledriku hampir habis.
“Dimana?”
Lama aku menunggu balasan darinya, dan akhirnya dia membalas pesanku.
“Maaf aku tidak bisa ketemu, itu selingkuh.”